BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologis yang
relatif sering terjadi dan merupakan gangguan fungsionaris kronis yang ditandai
oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala
atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena kelainan fungsional
(motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol
serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh
serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi sebagai sebuah
masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi dapat menyerang segala
kelompok usia, juga segala jenis bangsa dan keturunan diseluruh dunia. Pada
kebanyakan kasus mungkin terdapat interaksi antara predisposisi pembawaan dan
factor-faktor lingkungan.
Fase dari aktivitas kejang adalah fase prodormal,
aura, ikatal, dan poksital. Fase prodormal meliputi perubahan alam perasaan
atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberap jam/beberapa hari. Fase
aura adalah awal dari munculnya aktivitas kejang dan dapat berupa gangguan
penglihatan, pendengaran atau rasa raba. Fase ikatal merupakan fase dari
aktivitas kejang dan biasanya terjadi gangguan musculoskeletal. Sedangkan fase
poksital adalah periode waktu dari kekacauan mental / somnolent / peka rangsang
yang terjadi setelah kejang tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Insiden epilepsi
sesungguhnya tidak diketahui, namun diperkirakan jumlah penderita epilepsy
sekitar 0,5% penduduk. Perkiraan ini menimbulkan baanyak keraguan dan dianggap
konservatif apakah suatu serangan kejang dapat dikategorikan sebagai serangan
epilepsy. Banyak pasien merahasiakan penyakit ini sebab masyarakat memiliki
pandangan yang negatif. Belajar
menyesuaikan diri terhadap diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan,
pendidikan, dan sosial seringkali lebih sulit dibanding mengatasi epilepsinya
sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kelompok
menyajikan sebuah “term of reference” yaitu bagaimana etiologi,
pathofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, dan proses keperawatan
pasien dengan epilepsi berdasarkan sebelas pola yang diperkenalkan oleh Gordon
Maslow.
BAB II
ISI
II.1 Pengertian
Epilepsi adalah suatu
gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi, yang ditandai oleh
timbulnya serangan paroksismal yang berkala sebagai akibat lepasnya muatan
listrik serebral secara eksesif. Epilepsi juga sering didefenisikan sebagai
suatu gangguan serebral yang ditandai dengan kejang akibat pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel syaraf korteks serebral, yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik
dan/gangguan fenomena sensori. Secara umum epilepsy didefenisikan sebagai
gejala-komplek dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarektiristik dengan
kejang berulang.
II.2 Etiologi
Secara umum penyebab
epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang dilakukan
oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya epilepsi.
Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang yang juga
menjadi pemicu terjadinya serangan epilepsi yaitu; akibat trauma jalan lahir,
asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi (seperti virus, bakteri
dan parasit), keracunan (karbon monooksida), masalah-masalah sirkulasi darah,
demam, gangguan metabolisme dan intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor
prepitasi (faktor yang memicu terjadinya serangan) adalah; (1) faktor sensoris
(seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas),
(2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu), dan
(3) faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).
II.3 Pathofisiologi
Gejala-gejala
yang ditimbulkan akibat serangan epilepsi sebagian karena serangan epilepsi,
sebagian karena otak mengalami kerusakan dan berat atau ringannya gangguan
tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan pathologinya. Bila terjadi lesi
pada bagian otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan bersifat
epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak biasanya tidak meyebabkan serangan epileptik.
Serangan epilepsi terjadi karena adanya lepasan muatan listrik yang
berlebihan dari neuron-neuron di susunan syaraf pusat yang terlokalisir pada
neuron-neuron tersebut. Gangguan abnormal dari lepasnya muatan listrik ini
terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan
inhibisi pada interaksi neuron. Selain itu hal tersebut diatas juga dapat
disebabkan karena gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi
sinaptiknya. Transmisi sinaptik oleh neurotransmitter yang bersifat eksitasi
atau inhibitor dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi
membran sel, sehingga jika sampai pada tingkat membran sel maka neuron
epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu; (1) ketidakstabilan
membran sel syaraf sehingga sel mudah diaktifkan, (2) neuron yang
hipersensitivitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara
berturut-turut, (3) kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan,
hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan
potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel dimana lapisan intra sel lebih
rendah, (4) adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari
neuron yang menyebabkan membran neuron mengalami depolarisasi.
Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan
depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu
asetikolin, noradrenalin, dopamine dan hidroksitriptamin.
Penyebaran epileptik dari neuron-neuron kebagian otak lain dapat terjadi
oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh
neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang
sehingga terjadi perluasan sirkuit kortikokortikal melalui serabut asosiasi
atau ke kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi thallamokortikal difusi,
penyebaran keseluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan
pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya,
dan menimbulkan kontraksi otot polos.
II.4 Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi
muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana
sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Pola awal kejang
menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Pada kejang parsial
sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak
tanpa terkontrol. Individu berbicara tanpa dipahami, pusing, merasa melihat
sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau
bergerak secara automatik tetapi tidak sesuai dengan tempat dan waktu,
mengalami emosi berlebihan seperti takut, marah, gembira atau sensitive
terhadap rangsangan.
Pada kejang umum, atau lebih dikenal dengan kejang grand mal,
melibatkan kedua hemisfer otak sehingga menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi.
Biasanya terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang
yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot. Klien sering mengalami
penekanan pada lidah dan inkontinensia urine dan faeces. Setelah satu atau dua
menit gerakan konvulsi akan menghilang, pasien rileks dan mengalami koma dan
disertai bunyi napas yang bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasien
sering mengalami konfusi, sulit bangun dan tidur berjam-jam. Banyak klien
mengeluh sakit kepala dan otot setelah serangan berakhir.
II.5 Evaluasi Diagnosa
Pengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi,
beratnya dan faktor-faktor pencetus. Sebuah penelitian dilakukan untuk penyakit
atau cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu dapat pulah
dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, haematologi, dan serologic.
Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebro-vasculer abnormal, dan perubahan degeneratif serebral.
Elektroenchefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi
substansial dari pasien epilepsi dan membantu menklasifikasi tipe kejang.
Keadaan abnormal pada EEG selalu terus menerus terlihat diantara kejang, atau
jika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur.
Mikroelektroda dapat dimasukan kedalam otak untuk memeriksa aksi dari sel otak
tunggal. Ini perlu dicatat karena ada beberapa orang yang mengalami kejang
dengan EEG normal. Telemetri dan alat komputer digunakan untuk mengambil dan
sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil klien melakukan
aktivitasnya.
Selain menggunakan EEG dan CT Scan, dalam menentukan diagnosa epilepsy
dapat pulah dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar
elektrolit, glukosa, ureum/kratinin dan sel darah merah. Selain itu dapat pula
dilakukan foto rontgen untuk mengidentifikasi adanya fraktur.
II.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epilepsi
dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing
pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang.
Penatalaksanaan yang berbeda ini disebabkan karena bentuk epilepsy yang muncul
akibat kerusakan otak dan juga bergantung pada perubahan kimia otak.
Penatalaksanaan pada
penderita epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; penatalaksanaan
primer dan penatalaksanaan sekunder. Penatalaksanaan primer epilepsi
dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang atau
untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan
normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan
biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek
samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter
cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi
dosis obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering
digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
Ø
Golongan Barbiturat, seperti Fenobarbital
dan Pirimidon
Ø Golongan
Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
Ø
Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin
Ø Golongan
Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
Ø
Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid
dan Metosuksimid
Ø
Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy dapat
juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan bagi untuk
pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses, kista, atau
adanya anomali vaskuler.
Penatalaksanaan
sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan
napas dan mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi
berbaring kesalah satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung
dan saliva serta mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera
dilakukan dengan melindungi kepala saat terjadi serangan serta memindahkan
benda-benda yang dapat membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan
pendekatan secara holistik yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap
keluarga, masyarakat terhadap penderita epilepsi.
II.7 Proses Keperawatan
Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan epilepsy adalah
berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan
tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi,
dan evalusi.
a)
Pengkajian
Pada tahap ini perawat mengumpulkan semua informasi
termasuk tentang riwayat kejang. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
Ø
Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan
faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Ø Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif :
Keadaan umum lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak
dapaat merawat diri sendiri.
Data Obyektif
: Menurunnya kekuatan otot/otot
yang lemah
Ø Peredaran
darah
Data Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan
yaitu; hipertensi, denyut nadi meningkat, cyanosis. Setelah serangan
tanda-tanda vital dapat kembali normal atau menurun, disertai nadi dan pernapasan
menurun.
Ø Eliminasi
Data Subyektif :
Tidak dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif : Saat
serangan terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih dan otot spincter,
setelah serangan dalam keadaan inkontinentia otot-otot kandung kemih dan
spincter rileks.
Ø Makanan/cairan
Data Subyektif :
Selama aktivitas serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif
: Gigi/gusi mengalami kerusakan
selama serangan, gusi hiperplasia/bengkak akibat efek samping dari obat
dilantin.
Ø Persyarafan
Data Subyektif :
Selama serangan; ada riwayat yeri kepala, kehilangan
kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis, jatuh,
disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik, mioklonik, tonik,
klonik, atonik. Klien menggigit lidah, mulut berbuih, ada incontinentia urine
dan faeces, bibir dan muka berubah warna (biru), mata/kepala menyimpang pada
satu posisi dan beberapa gerakan terjadi
dimana lokasi dan sifatnya berubah pada satu posisi atau keduanya.
Sesudah
serangan; klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri
kepala. Ada perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi sementara, klien
ingat/tidak terhadap kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan
kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar, geresan
dll.
Riwayat
sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi serangan, ada factor prepitasi
(suhu tinggi, kurang tidur, emosional labil), pernah menderita sakit berat yang
disertai hilangnya kesadaran. Pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu/alcohol.
Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Ø Interaksi
sosial
Data Subyektif :
Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Ø Konsep
diri
Data Subyektif : Merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak
mempunyai harapan.
Data Obyektif : Selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan
dengan orang lain.
Ø Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung,
nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal
Data Obyektif : Tingkah
laku yang waspada, gelisah/distraksi dan perubahan tonus otot.
b)
Perumusan Diagnosa/masalah klien
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan
epilepsi adalah sebagai berikut:
1)
Potensial terjadi kecelakaan: trauma,
kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab : hilangnya koordinasi
otot-otot tubuh, kelemahan, keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan
emosional, penurunan tingkat kesadaran.
2)
Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab : sumbatan tracheobronchial dan aspiasi.
3)
Gangguan konsep diri: harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab : tidak mampu mengontrol diri saat
terjadi serangan.
4)
Kurangnya pengetahuan tentang keadaan
yang diderita
Kemungkinan Penyebab : keterbatasan pengetahuan, informasi yang
salah dan kegagalan pengobatan.
c)
Perencanaan
1)
Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan
pengaruh obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang
kooperatif dan terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan
yang dapat menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
2)
Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
3)
Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara
verbal mempunyai peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan
fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
4)
Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam
stimulus yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah laku
yang positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin
untuk memperoleh pengobatan yang teratur.
d)
Implementasi/Intervensi
1)
Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
Ø
Bersama klien mengidentifikasi faktor-faktor
yang menyebabkan serangan secara tiba-tiba.
Ø
Bila serangan tidak terjadi ditempat tidur
letakan bantal dibawah kepala klien atau kepala klien dipangkuan perawat untuk
mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø
Observasi tanda-tanda vital
Ø
Dampingi klien selama serangaan berlangsung
untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi dan tergigitnya lidah.
Ø
Miringkan kepala untuk mencegah aspirasi
Ø
Bila memungkinkan dapat menggunakan spatel lidah
saat terjadi serangan
Ø
Hindarkan alat/benda yang membahayakan
Ø
Longgarkan pakaian yang sempit dan pegang
ekstremitas klien
Ø
Catat
semua gejala dan tipe serangan epilepsy
Ø
Diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang
mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø
Berikan obat-obat sesuai program, misalnya anti
epileptik, luminal, diazepam, glukosa, thiamine dan lain-lain
Ø
Monitor dan catat efek samping obat tersebut
Ø
Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan
glukosa
2)
Pola napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
Ø
Bila klien tidak sadar, jaga agar pernafasan
tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda-tanda vital untuk menjaga kesimbangan
makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila perlu beri infus dan NGT.
Ø
Bila terdapat lendir pada jalan napas, lakukan
suntion
Tindakan kolaboratif:
Ø
Beri oksigen sesuai program
Ø
Monitor intubasi bila terpasang
3)
Gangguan konsep diri
Intervensi Keperawatan:
Ø
Diskusi tentang perasaan yang dialami klien
Ø
Dorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya
Ø
Kaji kemampuan klien yang positif yang sesuai
dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk
meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø
Anjurkan klien untuk masuk dalam kelompok
penderita epilepsi, (bila ada)
Ø
Diskusikan dengan phsikolog tentang keadaan
klien.
4)
Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Intervensi Keperawatan :
Ø
Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan
pengobatan yang pernah diperolehnya.
Ø
Beri penjelasan kepada klien untuk mengontrol
dan minum obat secara teratur.
Ø
Jelaskan kepada klien tentang keadaan-keadaan
yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan;
·
Jumlah yang tidak adequate dari obat
anti-epilepsi dalam darah,
·
Obat-obat yang tidak cocok,
·
Terjadinya hiperventilasi,
·
Trauma otak, demam, penyakit tertentu,
·
Kurang/tidak tidur,
·
Stress emosional,
·
Perubahan hormonal, misalnya hamil atau
menstruasi,
·
Nutrisi yang buruk,
·
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang, dan
·
Alkohol atau obat-obatan.
Ø
Jelaskan keadaan yang harus dihadapi terhadap
keadaannya, misalnya pekerjaan, mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan
sebagainya.
Ø
Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda
pengenal bila bepergian.
e)
Evaluasi
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang telah
dilakukan, berdasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih
terdapat masalah-masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji
kembali hal-hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan
intervensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu
dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya
serangan atau gejala-gejala yang memicu terjadinya serangan.
BAB
III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberap hal yang menjadi pokok dalam
pembahasan yaitu:
a)
Epilepsi merupakan gangguan otak kronik dengan ciri
timbulnya gejala-gejala berupa serangan yang berulang-ulang yang diakibatkan
karena pelepasan impuls listrik abnormal pada sel-sel syaraf otak dan bersifat
reversible dengan berbagai macam etiologi.
b)
Sebagian besar kasus epilepsi adalah epilepsi idiopatik
(belum jelas peneyebabnya) dan secara medis dapat dikurangi frekuensi serangan
dengan memberikan obat-obat epileptik.
c)
Dalam Proses Keperawatan klien dengan epilepsi ada
beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya status epileptikus yang dapat
menimbulkan cedera dan sumbatan jalan napas; sedangkan dalam penatalaksanaan
secara kontekstual penting untuk membantu klien menentukan konsep dirinya dan
gambaran diri sehubungan dengan keadaan yang dialaminya.
III.2 Saran
Makalah kecil ini mencoba
mengupas konsep medis dan konsep keperawatan tentang epilepsi. Kelompok
menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari kesempurnaan, dan oleh
karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari rekan-rekan mahasiswa dan
terlebih kepada Bapak dosen pembimbing mata kuliah ini sehingga apa yang
dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya kontekstual dan
hanya merupakan sebuah konsep, melainkan dapat menjadi pijakan bagi mahasiswa
dalam konteks aplikatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bruner & Suddarth, 1997, Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8, ECG- Kedokteran, Jakarta.
2.
Doenges, Moorhause & Geisher, 2002, Rencana
Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, ECG- Kedokteran, Jakarta.
3.
Sylvia Price & Wilson, 1995, Pathofisiologi,
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, ECG-Kedokteran, Jakarta.
4.
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1995, Asuhan
Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Persyarafan, DEPKES, Jakarta.
5.
Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
……………………………………………………………… i
Daftar Isi
……………………………………………………………………. ii
Bab I Pendahuluan
1. Latar Belakang ………………………………………………… 1
2. Rumusan Masalah ……………………………………………… 3
Bab II Pembahasan
A. Tinjauan
Medis …………………………………………………….. . 4
1. Cara Penularan ………………………………………………… . 4
2. Pathofisiologi …………………………………………………… 5
3. Pencegahan ... …………………………………………………… 6
4. Manifestasi Klinis ……………………………………………… 7
5. Etiologi
…..…. ………………………………………………… 9
B. Tinjauan
Keperawatan ……………………………………………… 10
1.
Pengkajian (Pola Fungsi Kesehatan Gordon) ………………….. 10
2.
Diagnosa Keperawatan ………………………………………… 14
3.
Intervensi/Perencanaan ………………………………………… 16
4.
Implementasi/Pelaksanaan …………………………………….. 16
5.
Evaluasi ………………………………………………………... 17
Bab III Penutup
1. Kesimpulan ……………………………………………………… 21
2. Saran …………………………………………………………….. 22
Daftar Pustaka
……………………………………………………………… iv
DAFTAR PUSTAKA
1. Bruner
& Suddarth, Buku Ajar KMB, Edisi 8 Vol. 2, EGC, 2002,
Jakarta.
2.
Marlynn E. Doenges dkk., 2002, Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, 2000, Jakarta.
3.
Noer Sjaifoellah, Buku Ajar IPD, Jilid I
– edisi 3, FK – UI, 1996, Jakarta.
4.
Corwin E.J; Pathofisiologi, EGC, 2001,
Jakarta.
5.
Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3 jilid 1, FK-UI, 1996, Jakarta.
E P I L E P S I
1. PENGERTIAN
®
Suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi yg
ditandai o/ timbulnya serangan paroksimal yg berkala sbg akibat dari lepasnya
muatan listrik yg tidak terkontrol oleh neuron sel.
®
Merupakan su/ gangguan neurologik berupa gangg. fungsional kronik yg
ditandai oleh aktivitas serangan yg berulang-ulang
2.
ETIOLOGI
® Belum jelas/pasti
® Dapat ditimbulkan o/:
Ø Cedera kepala trmsk trauma selama kehamila-kelahiran
Ø Gangg. metabolisme & nutrisi (hipoglikemia)
Ø Faktor toksik (alohol, uremia)
Ø Enchepalitis
Ø Gangg. sirkulasi
Ø Neoplasma
3.
PATHOFISIOLOGI
Serangan epilepsi ®
karena lepasanya muatan listrik yg berlebihan o/ neuron-neuron. Neuron memiliki
potensial membran karena adanya perbedaan muatan ion-ion yg ada didlm dan
diluar neuron ® polarisasi membran dgn bagian intraneuron yg
lebih negatif.
Gangg abnormal dari lepasnya muatan listrik ®
karena adanya gangg keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi
pada interaksi neuron ® disebabkan o/ kelainan intrinsik neuron (membrannya). Selain
itu dpt juga disebabkan karena gangg pada sel neuronnya sendiri a/ transmisi
sinaptiknya. Transmisi sinaptik o/ neurotransmitter yg bersifat
eksitasi/inhibitor dlm keadaan gangg keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi
membran sel, shg jika sampai pd tingkat membran sel maka neuron epileptik
ditandai o/ proses biokimia tertentu yaitu. Akibatnya neuron akan melepaskan
potensial aksinya yg abnormal sehingga
terjadilah kejang.
4.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
EEG, CT Scan, Laboratorium
5.
PENATALAKSANAAN
Dibagi dalam dua klpk yaitu penatalaksaan primer
(obat-obatan), serta pengawasan dan perawatan
6.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian
Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual;
Aktivitas/Istirahat; Peredaran darah; Eliminasi; Makanan/cairan;
Persyarafan; Interaksi sosial; Konsep diri; Kenyamanan/Nyeri
Perumusan Diagnosa/masalah klien
1. Potensial terjadi kecelakaan: trauma, kekurangan
oksigen
KP : hilangnya koordinasi otot-otot tubuh,
kelemahan, keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan
tingkat kesadaran.
2. Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
KP : sumbatan
tracheobronchial dan aspiasi.
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas
KP : tidak
mampu mengontrol diri saat terjadi
serangan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang
diderita
KP : keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah
dan kegagalan pengobatan.
Perencanaan
1) Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat
menyebabkan trauma, dan pengaruh obat-obat yang diberikan. Pasien
memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan terhindar dari penyebab trauma.
Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat menyebabkan serangan yang
tiba-tiba.
Intervensi Keperawatan :
Ø Identifikasi faktor-faktor yg menyebabkan serangan
scr tiba-tiba.
Ø Letakan bantal dibawah kepala px a/ kepala klien
dipangkuan perawat u/ mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø Observasi tanda-tanda vital
Ø Dampingi px selama serangaan berlangsung
Ø Miringkan kepala u/ mencegah aspirasi
Ø Gunakan spatel lidah saat tjd serangan
Ø Hindarkan alat/benda yg membahayakan
Ø Longgarkan pakaian yg sempit
Ø Catat semua gjl dan tipe serangan epilepsi
Ø Diskusikan ttg tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø Berikan obat-obat sesuai program
Ø Monitor dan catat efek samping obat
Ø Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan
glukosa
2) Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak
terjadi aspirasi
Intervensi Keperawatan:
Ø Bila klien tidak sadar, jaga agar Rr tetap lancar
dan terbuka. Obs. tanda-tanda vital u/ menjaga kesimbangan makanan/cairan dan
elektroloit tubuh, bila perlu beri infus dan NGT.
Ø Bila tdp lendir pd jln napas, lakukan suction
Tindakan kolaboratif:
Ø Beri oksigen ssi program
Ø Monitor intubasi bila terpasang
3) Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola
koping yang positif. Secara verbal mempunyai peningkatan harga diri. Menerima
keadaan dirinya dan perubahan fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
Intervensi Keperawatan:
Ø Diskusi ttg perasaan yg dialami px
Ø Dorong klien u/ mengekspresikan pikiran dan
perasaannya
Ø Kaji kemampuan px yg positif yg sesuai dgn keadaan
shg dpt memanfaatkan kemampuan tsb u/ meningkatkan harga diri px dan dpt hidup
dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø Anjurkan klien u/ masuk dlm klmpk penderita
epilepsi, (bila ada)
Ø Diskusikan dgn phsikolog ttg keadaan klien.
4) Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang
diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan
mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan,
memperlihatkan perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya.
Klien dapat mengontrol secara rutin untuk memperoleh pengobatan yang
teratur.
Intervensi Keperawatan :
Ø Kaji kondisi px dan pob yg pernah diperolehnya.
Ø Beri pjlsn u/ mengontrol & minum obat scr
teratur.
Ø Jlskan
keadaan & faktor yg menimbulkan serangan;
Ø Anjurkan klien bawa tanda pengenal bila bepergian.
0 komentar:
Posting Komentar