Pages

Jumat, 22 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL JANTUNG


ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL JANTUNG
A.    DEFINISI
Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
B.     ETIOLOGI
1.      Ketidakmampuan miokard berkontraksi sempurna (kegagalan miokard) secara umum disebabkan oleh:
a.       Stroke volume dan cardiac output menurun hal ini terjadi pada MCI, cardiomiopati dan miocarditis.
b.      Beban tenaga berlebihan (Afterload meningkat) sehingga pengosongan ventrikel terhambat menyebabkan stoke volume menurun hal ini dapat terjadi pada hipertensi dan stenosis aorta.
c.       Kebutuhan metabolisme meningkat pada anemia, demam dan tirotoksikosis
d.      Hambatan pengisian ventrikel, output ventrikel berkurang, cardiac output menurun, bendungan arteri pulmonalis dan beban sistolik pada ventrikel kanan.
2.      Faktor Predisposisi Gagal Jantung
Adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah atau penyakit congenital, dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel seperti stenosis mitral, kardiomiopati atau penyakit pericardial.
3.      Faktor Pencetus
Asupan natrium meningkat, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokard akut esensial, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
C.    MANIFESTASI KLINIK
1.      Pembagian gagal jantung
a.       Gagal jantung kiri (decompensasio cordis sinistra)
b.      Gagal jantung kanan (decompensasio cordis dextra)
c.       Gagal jantung kongestif (Congestive Hearth Failure): Gabungan gagal jantung kiri dan kanan
2.      Tanda dan gejala gagal jantung
a.       Gagal jantung kanan:
-          Oedema/pitting oedema
-          Anoreksia/perut kembung
-          Neusea
-          Asites
-          Tekanan vena jugularis meningkat
-          Pulsasi vena jugularis
-          Hepatomegali
-          Fatique
-          Hipertropi jantung kanan
-          Irama derap/gallop ventrikel kanan
-          Irama derap/gallop atrium kanan
-          Murmur
-          Tanda-tanda penyakit paru kronik
-          Bunyi paru-paru mengeras
-          Hidrothorax
b.      Gagal jantung kiri
-          Lemas/fatique
-          Berdebar-debar
-          Sesak nafas (dispnea d’effort)
-          Orthopnea
-          Dyspnea noctural paroximal
-          Pembesaran jantung
-          Keringat dingin
-          Takhikardia
-          Kongesti vena pulmonalis
-          Ronchi basah dan wheezing
-          Terdapat BJ III dan IV (gallop)
-          Cheynes stokes
3.      Klasifikasi keterbatasan fungsional berdasarkan kategori New York Heart Association (NYHA)
a.       Kelas 1: Tidak ada pembatasan aktivitas sehari-hari
b.      Kelas 2: Aktivitas sehari-hari menimbulkan sesak nafas, kelelahan atau palpitasi
c.       Kelas 3: Aktivitas yang kurang pada pekerjaan sehari-hari sudah menimbulkan sesak nafas, kelelahan dan palpitasi
d.      Kelas 4: Pasien dengan keluhan walaupun pada waktu istirahat
D.    PENATALAKSANAAN
1.      Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat dan pembatasan aktivitas
2.      Memperbaiki kontraktilitas obat jantung
a.       Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia
b.      Digitalis
3.      Menurunkan beban jantung
a.       Menurunkan beban awal (preload) dengan diet rendah garam, diuretic, vasodilator
b.      Menurunkan beban akhir (afterload) dengan dilator arteriol
E.     KOMPLIKASI
1.      Edema paru
2.      Fenomena emboli
3.      Gagal/infark paru àgagal nafas
4.      Carcinogenic syok
F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Foto Thoraks: mengidentifikasi kardiomegali, infiltrate prekordial kedua paru dan efusi pleura
2.      EKG: Mengidentifikasi penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia
3.      Pemeriksaan lain: Hb, leukosit, ekokardiografi, fungsi ginjal, fungsi tiroid dilakukan atas indikasi
G.    ANALISA DATA
No
Data
Kemungkinan Penyebab
Masalah
1
DS:
Klien mengatakan:
-  Nyeri dada
-  Frekuensi BAK menurun/< 4x/hari
-  Berkeringat dingin
DO:
-  TD: >160/90 mmHg atau < 90/60 mmHg
-  N: > 80 x/mnt
-  Kulit dingin, berkeringat
-  BJ S3, S4
-  Ortopnea
-  Pembesaran hepar
-  Produksi urine < 400 cc/hr
-  Distensi vena jugularis
-  Hasil EKG: takikardia, disritmia
-  Capillary refill time > 3 dtk
Penyakit jtg            Penyakit jtg
Congenital              koroner,
↓                             miokarditis,
Volume darah         kardiomiopati
dalam ventrikel       ↓
meningkat               Kerusakan otot
                               jantung
                               Kontraktilitas
                               miokard
                               menurun

Kemampuan pengosongan ventrikel menurun
Beban ventrikel meningkat
Volume sekuncup menurun
Cardiac output menurun
Penurunan curah jantung
2
DS:
Klien mengatakan:
-  Cepat lelah
-  Berdebar-debar, nyeri dada
-  Pusing bila bergerak
-  Berkeringat dingin
DO:
-  Tampak lemah
-  Hipotensi ortostatik
-  ADL di bantu
Volume sekuncup menurun
Suplai oksigen ke jaringan menurun
Vasokontriksi perifer
Perfusi jaringan/otot rangka menurun
Kelemahan/keletihan
Intoleransi aktivitas
3
DS:
Klien mengatakan:
-  Sesak bila berbaring telentang
-  BB meningkat
-  Bengkak pada kaki
-  Frekuensi BAK menurun/< 4x/hari
DO:
- Edema tungkai bawah
-  Distensi vena jugularis
-  Produksi urine < 400 cc/hr
Volume sekuncup menurun


Volume sisa            CO menurun
ventrikel                 ↓
meningkat               Aliran darah
↓                             ke ginjal
Afterload                menurun
meningkat               ↓
↓                             Pelepasan renin
Tekanan atrium       angiotensin
meningkat               ↓
↓                             Konfersi
Tekanan kapiler      angiotensin I
paru meningkat       menjadi
↓                             angiotensin II
Tekanan                  ↓
hidrostatika            Retensi Na +
kapiler                     dan H2O
meningkat,
tekonkotik
vaskuler
menurun
Transudasi ke
dalam cairan
interstitial


Edema interstitial

Kelebihan volume cairan
4
Faktor Risiko:
-  Sesak bila berbaring terlentang
-  Frekuensi nafas > 20 x / mnt
-  Capillary refill time > 3 dtk
-  GDA: Pa O2 menurun
-  Pa CO2 meningkat
Afterload ventrikel meningkat
Beban vena pulmonalis meningkat
Transudasi cairan ke alveoli
Edema paru


H.    RENCANA KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
1
Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard di tandai dengan:
DS:
Klien mengatakan:
-   Nyeri dada
-   Frekuensi BAK menurun/< 4x/hari
-   Berkeringat dingin
DO:
-   TD: >160/90 mmHg atau < 90/60 mmHg
-   N: > 80 x/mnt
-   Kulit dingin, berkeringat
-   BJ S3, S4
-   Ortopnea
-   Pembesaran hepar
-   Produksi urine < 400 cc/hr
-   Distensi vena jugularis
-   Hasil EKG: takikardia, disritmia
-   Capillary refill time > 3 dtk
T   :    curah jantung adekuat
K  :    -   Vital sign stabil
         -   Haluaran urin meningkat C1-2 cc/kg BB/jam
         -   Frekuensi jantung dan curah jantung dalam batas diterima
I:  1.  Observasi vital sign tiap 4 jam
     2.  Kaji kulit terhadap pucat, sianosis, capillary refill time
     3.  Pantau pengeluaran urine, catat frekuensi/jumlah, konsentrasi urine
     4.  Pertahankan istirahat dengan posisi semi rekumben
     5.  Beri dukungan emosional dengan memberi penjelasan sederhana
     6.  Beri istirahat psikologis dengan lingkungan tenang, menghindari stres, mengurangi stimulasi
     7.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat diuretic, vasodilator, captopril, morfin sulfat, sedatif, anti koagulan.
     8.  Siapkan alat pacu jantung bila diindikasikan
2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan di tandai dengan:
DS:
Klien mengatakan:
-   Cepat lelah
-   Berdebar-debar, nyeri dada
-   Pusing bila bergerak
-   Berkeringat dingin
DO:
-   Tampak lemah
-   Hipotensi ortostatik
-   ADL di bantu
T:  Aktivitas dapat ditoleran
K: Dapat berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan/diperlukan
I: 1.  Periksa vital sign sebelum dan segera setelah beraktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic, penyekat beta
     2.  Catat respons cardio pulmonal terhadap aktivitas
     3.  Kaji penyebab kelemahan misal: pengobatan, nyeri obat
     4.  Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
     5.  Beri bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi dengan istirahat
3
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH, retensi natrium dan air di tandai dengan:
DS:
Klien mengatakan:
-   Cepat lelah
-   Berdebar-debar, nyeri dada
-   Pusing bila bergerak
-   Berkeringat dingin
DO:
-   Tampak lemah
-   Hipotensi ortostatik
-   ADL di bantu
T:  Keseimbangan cairan
K: -   Intake: Out put
     -   BB stabil
     -   Efusi pleura tidak ada
     -   Edema (-)
     -   Produksi urine meningkat (1-2 cc/kg BB/jam)
I: 1.  Pantau intake dan output cairan
     2.  Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut
     3.  Timbang BB setiap hari
     4.  Kaji distensi vena jugular, edema
     5.  Auskultasi bunyi nafas dan frekuensi nafas batuk persisten
     6.  Ubah posisi dengan sering, tinggikan daerah kaki/berikan bantalan
     7.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat diuretic, trazid
     8.  Pertahankan pemberian cairan/pembatasan natrium sesuai indikasi
     9.  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet rendah garam
4.
Risiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas di tandai dengan:
Faktor Risiko:
-   Sesak bila berbaring terlentang
-   Frekuensi nafas > 20 x / mnt
-   Capillary refill time > 3 dtk
-   GDA: Pa O2 menurun
-   Pa CO2 meningkat
T:  Gangguan pertukaran gas adekuat
K: -   Pernafasan 16-20 x/mnt
     -   GDA/oksimetri dalam batas normal
I: 1.  Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengi
     2.  Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam
     3.  Dorong perubahan posisi
     4.  Kolaborasi dengan dokter untuk:
         -   Pemberian O2 sesuai indikasi
         -   Pantau GDA, nadi oksimetri
         -   Beri obat diuretic, bronchodilator.




DEMAM TIFOID

DEFENISI
Demam tifoid adalah penyakit infeksius akut yang menyerang usus halus

ETIOLOGI

-          S. Typhi
-          S. Paratyphi
-          S. Paratyphi. B
-          S. Paratyphi C

MANIFESTASI KLINIK
Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya di dapatkan suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor).

KOMPLIKASI

Komplikasi demam tifoid dapat di bagi dalam:
  1. Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
- Komplikasi kardiovaskuler: Kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis
- Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia
- Komplikasi paru: Pneumonia, empiema dan pleuritis
- Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis
- Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, periostisis, spondilitis dan arthritis
- Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningitis, polyneuritis perifer.

PENGOBATAN

  1. Perawatan
Pasien harus tirah baring absolut sampai minima 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari
  1. Diet
Pemberian bubur saring yang di maksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus
  1. Obat
-          Kloramfenikol
-          Tramfenikol
-          Ko- trimoksazol
-          Amoksisilin dan ampisilin
-          Sefalosforin generasi ketiga
-          Fluorokinolon

ANALISA DATA

DATA
  1. DS: Klien mengatakan badannya panas
DO: - S: 38 C
-          Wajah tampak kemerahan
-          Kulit teraba hangat
  1. DS: klien mengatakan malas makan
DO: - porsi makan tidak di habiskan
-          klien tampak lemah
  1. DS: Klien mengatakan aktivitas di bantu
DO: - Tampak ADL nya di bantu oleh keluarga
-          klien bedrest
  1. DS: klien mengatakan tidak tahu bagaimana penyakitnya bisa timbul
DO: Klien sering bertanya tentang penyakitnya

ETIOLOGI
Kuman S. Typhi
Masuk melalui minuman dan makanan yang terkontaminasi
Sebagian kuman masuk ke usus halus
Aterjadi infeksi kuman salmonella
Endotoksin
Zat pirogen
Merangsang hipothalamus
Set poin meningkat
Respon menggigil
Reaksi peningkatan suhu tubuh

Mual muntah
Anoreksia
Intake inadekuat


Reaksi peningkatan suhu tubuh
Metabolisme tubuh meningkat
Cadangan energi <
Kelemahan otot


Reaksi peningkatan suhu tubuh
Hospitalisasi
Kurang informasi
Persepsi yang salah satu

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1.      Hipertermi berhubungan dengan infeksi kuman salmonella di tandai dengan:
DS:
DO:
2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in adekuat ditandai dengan
DS:
DO:
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan:
DS:
DO:
4.      Kurang pengetahuan klien tentang penyakit, prognosis,perawatan dan pengobatan berhubungan dengan informasi tidak adekuat, ditandai dengan:
DS:
DO:

RENCANA KEPERAWATAN

T: Hipertermi teratasi
K: - SB dalam batas normal
-          Wajah tampak rileks
I:
  1. Observasi TTV
  2. anjurkan untuk kompres air hangat
  3. Anjurkan untuk minum banyak (2000-2500 cc)
  4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
  5. kolaborasi pemberian obat antipiretik

T: Nutrisi adekuat
K: - Porsi makan di habiskan
-          Nafsu makan meningkat
I:
  1. Kaji ulang kebiasaan makan klien
  2. Observasi pemasukan diet
  3. Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
  4. Hidangkan makanan dalam keadaan hangat dan menarik
  5. lakukan perawatan mulut sebelum makan

T: Toleransi aktivitas
K: Dapat menunjukkan aktivitas secara bertahap
I:
  1. Kaji respon klien terhadap aktivitas
  2. Beri lingkungan tenang dan batasi pengunjung
  3. Ajarkan cara penghemat energi
  4. Bantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari

T: Klien menyatakan pemahamannya tentang penyakit, prognosis, perawatan dan pengobatan
K: Klien mengerti, memahami tentang penyakitnya
I:
  1. Kaji pengetahuan klien mengenai penyakit yang di deritanya
  2. Berikan informasi tentang prosedur dan tujuan tindakan yang diberikan pada pasien
  3. Libatkan keluarga dalam menyusun Tujuan asuhan yang realistik
  4. Berikan umpan balik yang positif

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT EPILEPSI


BAB I
PENDAHULUAN

I.1  Latar Belakang

Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologis yang relatif sering terjadi dan merupakan gangguan fungsionaris kronis yang ditandai oleh aktivitas serangan yang berulang. Serangan kejang yang merupakan gejala atau manifestasi utama epilepsi dapat diakibatkan karena kelainan fungsional (motorik dan sensorik/psikis). Serangan tersebut tidak lama, tidak terkontrol serta timbul secara episodic dan berkaitan dengan pengeluaran impuls oleh serebral yang berlebihan dan berlangsung lokal.
Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi dapat menyerang segala kelompok usia, juga segala jenis bangsa dan keturunan diseluruh dunia. Pada kebanyakan kasus mungkin terdapat interaksi antara predisposisi pembawaan dan factor-faktor lingkungan.
Fase dari aktivitas kejang adalah fase prodormal, aura, ikatal, dan poksital. Fase prodormal meliputi perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberap jam/beberapa hari. Fase aura adalah awal dari munculnya aktivitas kejang dan dapat berupa gangguan penglihatan, pendengaran atau rasa raba. Fase ikatal merupakan fase dari aktivitas kejang dan biasanya terjadi gangguan musculoskeletal. Sedangkan fase poksital adalah periode waktu dari kekacauan mental / somnolent / peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.

I.2  Rumusan Masalah

Insiden epilepsi sesungguhnya tidak diketahui, namun diperkirakan jumlah penderita epilepsy sekitar 0,5% penduduk. Perkiraan ini menimbulkan baanyak keraguan dan dianggap konservatif apakah suatu serangan kejang dapat dikategorikan sebagai serangan epilepsy. Banyak pasien merahasiakan penyakit ini sebab masyarakat memiliki pandangan yang negatif.  Belajar menyesuaikan diri terhadap diskriminasi sehubungan dengan pekerjaan, pendidikan, dan sosial seringkali lebih sulit dibanding mengatasi epilepsinya sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka kelompok menyajikan sebuah “term of reference” yaitu bagaimana etiologi, pathofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, dan proses keperawatan pasien dengan epilepsi berdasarkan sebelas pola yang diperkenalkan oleh Gordon Maslow.





























BAB II

ISI


II.1  Pengertian
Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi, yang ditandai oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala sebagai akibat lepasnya muatan listrik serebral secara eksesif. Epilepsi juga sering didefenisikan sebagai suatu gangguan serebral yang ditandai dengan kejang akibat pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf korteks serebral, yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/gangguan fenomena sensori. Secara umum epilepsy didefenisikan sebagai gejala-komplek dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarektiristik dengan kejang berulang.

II.2  Etiologi
Secara umum penyebab epilepsi belum diketahui dengan jelas (idiopatik). Penelitian yang dilakukan oleh para ahli belum mampu menjawab secara pasti penyebab terjadinya epilepsi. Namun ada beberapa faktor yang sering mengakibatkan terjadinya kejang yang juga menjadi pemicu terjadinya serangan epilepsi yaitu; akibat trauma jalan lahir, asphyxia neonatorum, cedera kepala, beberapa penyakit infeksi (seperti virus, bakteri dan parasit), keracunan (karbon monooksida), masalah-masalah sirkulasi darah, demam, gangguan metabolisme dan intoksikasi obat-obatan atau alkohol.
 Adapun beberapa faktor yang menjadi faktor prepitasi (faktor yang memicu terjadinya serangan) adalah; (1) faktor sensoris (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas), (2) faktor sistemis (seperti demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu), dan (3) faktor mental (seperti stress dan gangguan emosi).


II.3  Pathofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat serangan epilepsi sebagian karena serangan epilepsi, sebagian karena otak mengalami kerusakan dan berat atau ringannya gangguan tersebut tergantung dari lokasi dan keadaan pathologinya. Bila terjadi lesi pada bagian otak tengah, thalamus dan korteks serebri kemungkinan bersifat epileptogenik. Sedangkan lesi pada serebelum dan batang otak  biasanya tidak meyebabkan serangan epileptik.
Serangan epilepsi terjadi karena adanya lepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron-neuron di susunan syaraf pusat yang terlokalisir pada neuron-neuron tersebut. Gangguan abnormal dari lepasnya muatan listrik ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron. Selain itu hal tersebut diatas juga dapat disebabkan karena gangguan pada sel neuronnya sendiri atau transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik oleh neurotransmitter yang bersifat eksitasi atau inhibitor dalam keadaan gangguan keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel, sehingga jika sampai pada tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai oleh proses biokimia tertentu yaitu; (1) ketidakstabilan membran sel syaraf sehingga sel mudah diaktifkan, (2) neuron yang hipersensitivitas dengan ambang yang menurun sehingga mudah terangsang secara berturut-turut, (3) kemungkinan terjadi polarisasi yang berlebihan, hyperpolarisasi atau terhentinya repolarisasi, karena terjadi perbedaan potensial listrik lapisan intra sel dan ekstra sel dimana lapisan intra sel lebih rendah, (4) adanya ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron yang menyebabkan membran neuron mengalami depolarisasi.
Neurotransmiter yang bersifat inhibisi akan menimbulkan keadaan depolarisasi yang akan melepaskan muatan listrik secara berlebihan yaitu asetikolin, noradrenalin, dopamine dan hidroksitriptamin.
Penyebaran epileptik dari neuron-neuron kebagian otak lain dapat terjadi oleh gangguan pada kelompok neuron inhibitor yang berfungsi menahan pengaruh neuron lain sehingga terjadi sinkronisasi dan aktivasi yang berulang-ulang sehingga terjadi perluasan sirkuit kortikokortikal melalui serabut asosiasi atau ke kontralateral melalui korpus kalosum, projeksi thallamokortikal difusi, penyebaran keseluruh ARAS sehingga klien kehilangan kesadaran atau gangguan pada formatio retikularis sehingga sistem motoris kehilangan kontrol normalnya, dan menimbulkan kontraksi otot polos.

II.4  Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neuron-neuron, kejang dapat direntang dari serangan awal sederhana sampai gerakan konvulsif memanjang dengan hilangnya kesadaran. Pola awal kejang menunjukan daerah otak dimana kejang tersebut berasal. Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, mulut dapat tersentak tanpa terkontrol. Individu berbicara tanpa dipahami, pusing, merasa melihat sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak umum atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secara automatik tetapi tidak sesuai dengan tempat dan waktu, mengalami emosi berlebihan seperti takut, marah, gembira atau sensitive terhadap rangsangan.
Pada kejang umum, atau lebih dikenal dengan kejang grand mal, melibatkan kedua hemisfer otak sehingga menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Biasanya terjadi kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot. Klien sering mengalami penekanan pada lidah dan inkontinensia urine dan faeces. Setelah satu atau dua menit gerakan konvulsi akan menghilang, pasien rileks dan mengalami koma dan disertai bunyi napas yang bising. Pada keadaan postikal (setelah kejang) pasien sering mengalami konfusi, sulit bangun dan tidur berjam-jam. Banyak klien mengeluh sakit kepala dan otot setelah serangan berakhir.

II.5  Evaluasi Diagnosa
Pengkajian diagnostik bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi, beratnya dan faktor-faktor pencetus. Sebuah penelitian dilakukan untuk penyakit atau cedera kepala yang dapat mempengaruhi otak. Selain itu dapat pulah dilakukan pengkajian fisik dan neurologik, haematologi, dan serologic. Pencitraan CT digunakan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebro-vasculer abnormal, dan perubahan degeneratif serebral.
Elektroenchefalogram (EEG) melengkapi bukti diagnostik dalam proporsi substansial dari pasien epilepsi dan membantu menklasifikasi tipe kejang. Keadaan abnormal pada EEG selalu terus menerus terlihat diantara kejang, atau jika letupan muncul mungkin akibat dari hiperventilasi atau selama tidur. Mikroelektroda dapat dimasukan kedalam otak untuk memeriksa aksi dari sel otak tunggal. Ini perlu dicatat karena ada beberapa orang yang mengalami kejang dengan EEG normal. Telemetri dan alat komputer digunakan untuk mengambil dan sebagai pusat pembacaan EEG dalam pita komputer sambil klien melakukan aktivitasnya.
Selain menggunakan EEG dan CT Scan, dalam menentukan diagnosa epilepsy dapat pulah dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan kadar elektrolit, glukosa, ureum/kratinin dan sel darah merah. Selain itu dapat pula dilakukan foto rontgen untuk mengidentifikasi adanya fraktur.

II.6  Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epilepsi dilakukan secara individual untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing pasien dan tidak hanya untuk mengatasi tetapi juga mencegah kejang. Penatalaksanaan yang berbeda ini disebabkan karena bentuk epilepsy yang muncul akibat kerusakan otak dan juga bergantung pada perubahan kimia otak.
Penatalaksanaan pada penderita epilepsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu; penatalaksanaan primer dan penatalaksanaan sekunder. Penatalaksanaan primer epilepsi dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mencegah serangan kejang atau untuk mengurangi frekuensinya sehingga klien dapat menjalani kehidupan normalnya. Obat yang diberikan disesuaikan dengan jenis serangannya dan biasanya menggunakan kombinasi obat-obatan dengan tujuan untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan. Namun saat ini dokter  cenderung menggunakan satu jenis obat dengan sedapat mungkin mengurangi dosis obat yang diberikan.
Jenis obat yang sering digunakan pada pengobatan epilepsi adalah;
Ø  Golongan Barbiturat, seperti Fenobarbital dan Pirimidon
Ø  Golongan Hidantoin, seperti Fanitoin/Dilantin dan Mefenitoin
Ø  Golongan Iminostilben, seperti Karbamazepin
Ø  Golongan Benzodiazepin, seperti Diazepam dam Klonazepam
Ø  Golongan Suksinimid, seperti Etosuksimid dan Metosuksimid
Ø  Golongan Asam valproat/depakene.
Pengobatan epilepsy dapat juga dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini diindikasikan bagi untuk pasien yang mengaalami epilepsi akibat tumor intrakranial, abses, kista, atau adanya anomali vaskuler.
Penatalaksanaan sekunder yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan patensi jalan napas dan mencegah terjdinya cedera. Mempertahankan klien dalam posisi berbaring kesalah satu sisi dapat mengurangi kemungkinan aspirasi isi lambung dan saliva serta mencegah lidah jatuh kebelakang. Mencegah terjadinya cedera dilakukan dengan melindungi kepala saat terjadi serangan serta memindahkan benda-benda yang dapat membahayakan penderita. Selain itu penting dilakukan pendekatan secara holistik yang meliputi aspek psikologis penderita dan sikap keluarga, masyarakat terhadap penderita epilepsi.

II.7  Proses Keperawatan

Asuhan Keperawatan yang diberikan kepada klien dengan epilepsy adalah berdasarkan pada tahapan-tahapan dalam proses keperawatan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evalusi.
a)        Pengkajian
Pada tahap ini perawat mengumpulkan semua informasi termasuk tentang riwayat kejang. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:
Ø   Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Ø   Aktivitas/Istirahat
Data Subyektif :  Keadaan umum lemah, lelah, menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak dapaat merawat diri sendiri.
Data Obyektif   :   Menurunnya kekuatan otot/otot yang lemah
Ø   Peredaran darah
Data Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan yaitu; hipertensi, denyut nadi meningkat, cyanosis. Setelah serangan tanda-tanda vital dapat kembali normal atau menurun, disertai nadi dan pernapasan menurun.
Ø   Eliminasi
Data Subyektif :   Tidak dapat menahan BAB/BAK
Data Obyektif :     Saat serangan terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih dan otot spincter, setelah serangan dalam keadaan inkontinentia otot-otot kandung kemih dan spincter rileks.
Ø   Makanan/cairan
Data Subyektif :   Selama aktivitas serangan makanan sangat sensitive
Data Obyektif  :   Gigi/gusi mengalami kerusakan selama serangan, gusi hiperplasia/bengkak akibat efek samping dari obat dilantin.
Ø   Persyarafan
Data Subyektif :  Selama serangan; ada riwayat yeri kepala, kehilangan kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis, jatuh, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik, mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah, mulut berbuih, ada incontinentia urine dan faeces, bibir dan muka berubah warna (biru), mata/kepala menyimpang pada satu posisi  dan beberapa gerakan terjadi dimana lokasi dan sifatnya berubah pada satu posisi atau keduanya.
                              Sesudah serangan; klien mengalami lethargi, bingung, otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan dalam gerakan misalnya hemiplegi sementara, klien ingat/tidak terhadap kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan kesadaran/tidak, pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar, geresan dll.
                              Riwayat sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi serangan, ada factor prepitasi (suhu tinggi, kurang tidur, emosional labil), pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran. Pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu/alcohol. Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Ø   Interaksi sosial
Data Subyektif :   Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Ø   Konsep diri
Data Subyektif :    Merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan.
Data Obyektif :  Selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan   orang lain.
Ø   Kenyamanan/Nyeri
Data Subyektif: Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal
Data Obyektif :     Tingkah laku yang waspada, gelisah/distraksi dan perubahan tonus otot.
b)        Perumusan Diagnosa/masalah klien
Masalah keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan epilepsi adalah sebagai berikut:
1)      Potensial terjadi kecelakaan: trauma, kekurangan oksigen
Kemungkinan Penyebab : hilangnya koordinasi otot-otot tubuh, kelemahan, keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat kesadaran.
2)      Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
Kemungkinan Penyebab :  sumbatan tracheobronchial dan aspiasi.
3)      Gangguan konsep diri: harga diri rendah, identitas diri tidak jelas
Kemungkinan Penyebab :   tidak mampu mengontrol diri saat terjadi  serangan.
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Kemungkinan Penyebab :   keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah dan kegagalan pengobatan.

c)        Perencanaan
1)      Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan pengaruh obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
2)      Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
3)      Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara verbal mempunyai peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi :
Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin untuk memperoleh pengobatan yang teratur.

d)       Implementasi/Intervensi
1)      Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Intervensi Keperawatan :
Ø  Bersama klien mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan serangan secara tiba-tiba.
Ø  Bila serangan tidak terjadi ditempat tidur letakan bantal dibawah kepala klien atau kepala klien dipangkuan perawat untuk mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø  Observasi tanda-tanda vital
Ø  Dampingi klien selama serangaan berlangsung untuk mencegah bahaya luka fisik, aspirasi dan tergigitnya lidah.
Ø  Miringkan kepala untuk mencegah aspirasi
Ø  Bila memungkinkan dapat menggunakan spatel lidah saat terjadi serangan
Ø  Hindarkan alat/benda yang membahayakan
Ø  Longgarkan pakaian yang sempit dan pegang ekstremitas klien
Ø    Catat semua gejala dan tipe serangan epilepsy
Ø  Diskusikan tentang tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø  Berikan obat-obat sesuai program, misalnya anti epileptik, luminal, diazepam, glukosa, thiamine dan lain-lain
Ø  Monitor dan catat efek samping obat tersebut
Ø  Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan glukosa
2)      Pola napas tidak efektif
Intervensi Keperawatan:
Ø  Bila klien tidak sadar, jaga agar pernafasan tetap lancar dan terbuka. Observasi tanda-tanda vital untuk menjaga kesimbangan makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila perlu beri infus dan NGT.
Ø  Bila terdapat lendir pada jalan napas, lakukan suntion
Tindakan kolaboratif:
Ø  Beri oksigen sesuai program
Ø  Monitor intubasi bila terpasang
3)      Gangguan konsep diri
Intervensi Keperawatan:
Ø  Diskusi tentang perasaan yang dialami klien
Ø  Dorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya
Ø  Kaji kemampuan klien yang positif yang sesuai dengan keadaan sehingga dapat memanfaatkan kemampuan tersebut untuk meningkatkan harga diri klien dan dapat hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø  Anjurkan klien untuk masuk dalam kelompok penderita epilepsi, (bila ada)
Ø  Diskusikan dengan phsikolog tentang keadaan klien. 
4)      Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Intervensi Keperawatan :
Ø  Kaji keadaan pathologi/kondisi klien dan pengobatan yang pernah diperolehnya.
Ø  Beri penjelasan kepada klien untuk mengontrol dan minum obat secara teratur.
Ø  Jelaskan kepada klien tentang keadaan-keadaan yang sedang dihadapinya dan faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan;
·         Jumlah yang tidak adequate dari obat anti-epilepsi dalam darah,
·         Obat-obat yang tidak cocok,
·         Terjadinya hiperventilasi,
·         Trauma otak, demam, penyakit tertentu,
·         Kurang/tidak tidur,
·         Stress emosional,
·         Perubahan hormonal, misalnya hamil atau menstruasi,
·         Nutrisi yang buruk,
·         Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang, dan
·         Alkohol atau obat-obatan.
Ø  Jelaskan keadaan yang harus dihadapi terhadap keadaannya, misalnya pekerjaan, mengendarai mobil, olah raga dan rekreasi dan sebagainya.
Ø  Anjurkan klien untuk selalu membawa tanda pengenal bila bepergian.

e)        Evaluasi
Pada tahap ini perawat mengkaji kembali hal-hal yang telah dilakukan, berdasarkan pada kriteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih terdapat masalah-masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya mengkaji kembali hal-hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan kembali melakukan intervensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klien telah teratasi maka perlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala-gejala yang memicu terjadinya serangan.



















BAB III
PENUTUP


III.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberap hal yang menjadi pokok dalam pembahasan yaitu:
a)            Epilepsi merupakan gangguan otak kronik dengan ciri timbulnya gejala-gejala berupa serangan yang berulang-ulang yang diakibatkan karena pelepasan impuls listrik abnormal pada sel-sel syaraf otak dan bersifat reversible dengan berbagai macam etiologi.
b)            Sebagian besar kasus epilepsi adalah epilepsi idiopatik (belum jelas peneyebabnya) dan secara medis dapat dikurangi frekuensi serangan dengan memberikan obat-obat epileptik.
c)            Dalam Proses Keperawatan klien dengan epilepsi ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya status epileptikus yang dapat menimbulkan cedera dan sumbatan jalan napas; sedangkan dalam penatalaksanaan secara kontekstual penting untuk membantu klien menentukan konsep dirinya dan gambaran diri sehubungan dengan keadaan yang dialaminya.

III.2 Saran
Makalah kecil ini mencoba mengupas konsep medis dan konsep keperawatan tentang epilepsi. Kelompok menyadari bahwa apa yang disajikan masih jauh dari kesempurnaan, dan oleh karenya kelompok sangat mengharapkan masukan dari rekan-rekan mahasiswa dan terlebih kepada Bapak dosen pembimbing mata kuliah ini sehingga apa yang dibahas diatas tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya kontekstual dan hanya merupakan sebuah konsep, melainkan dapat menjadi pijakan bagi mahasiswa dalam konteks aplikatifnya.

DAFTAR  PUSTAKA




1.      Bruner & Suddarth, 1997, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, ECG- Kedokteran, Jakarta.

2.      Doenges, Moorhause & Geisher, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ECG- Kedokteran, Jakarta.

3.      Sylvia Price & Wilson, 1995, Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, ECG-Kedokteran, Jakarta.

4.      Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1995, Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Persyarafan, DEPKES, Jakarta.

5.      Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, Jakarta.
























DAFTAR  ISI



Kata Pengantar ………………………………………………………………          i
Daftar Isi …………………………………………………………………….           ii
Bab I   Pendahuluan
            1.     Latar Belakang …………………………………………………           1
            2.    Rumusan Masalah ………………………………………………           3
Bab II Pembahasan
A. Tinjauan Medis …………………………………………………….. .           4
            1.   Cara Penularan ………………………………………………… .           4
            2.   Pathofisiologi ……………………………………………………           5
            3.   Pencegahan ... ……………………………………………………          6
            4.   Manifestasi Klinis ………………………………………………            7
            5.   Etiologi  …..…. …………………………………………………            9
B. Tinjauan Keperawatan ………………………………………………                        10
      1.   Pengkajian (Pola Fungsi Kesehatan Gordon) …………………..            10
      2.   Diagnosa Keperawatan …………………………………………            14
      3.   Intervensi/Perencanaan …………………………………………            16
      4.   Implementasi/Pelaksanaan ……………………………………..             16
      5.   Evaluasi ………………………………………………………...             17
Bab III Penutup
            1.  Kesimpulan ………………………………………………………           21
            2.  Saran ……………………………………………………………..           22
Daftar Pustaka ………………………………………………………………           iv



DAFTAR  PUSTAKA




1.      Bruner & Suddarth, Buku Ajar KMB, Edisi 8 Vol. 2, EGC, 2002, Jakarta.

2.      Marlynn E. Doenges dkk., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, 2000, Jakarta.

3.      Noer Sjaifoellah, Buku Ajar IPD, Jilid I – edisi 3, FK – UI, 1996, Jakarta.

4.      Corwin E.J; Pathofisiologi, EGC, 2001, Jakarta.

5.      Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3 jilid 1, FK-UI, 1996, Jakarta.

























E P I L E P S I


1.   PENGERTIAN

®    Suatu gangguan serebral kronis dengan berbagai macam etiologi yg ditandai o/ timbulnya serangan paroksimal yg berkala sbg akibat dari lepasnya muatan listrik yg tidak terkontrol oleh neuron sel.
®    Merupakan su/ gangguan neurologik berupa gangg. fungsional kronik yg ditandai oleh aktivitas serangan yg berulang-ulang
2.   ETIOLOGI
® Belum jelas/pasti
® Dapat ditimbulkan o/:
Ø Cedera kepala trmsk trauma selama kehamila-kelahiran
Ø Gangg. metabolisme & nutrisi (hipoglikemia)
Ø Faktor toksik (alohol, uremia)
Ø Enchepalitis
Ø Gangg. sirkulasi
Ø Neoplasma
3.   PATHOFISIOLOGI
Serangan epilepsi ® karena lepasanya muatan listrik yg berlebihan o/ neuron-neuron. Neuron memiliki potensial membran karena adanya perbedaan muatan ion-ion yg ada didlm dan diluar neuron ® polarisasi membran dgn bagian intraneuron yg lebih negatif.
Gangg abnormal dari lepasnya muatan listrik ® karena adanya gangg keseimbangan antara proses eksesif/eksitasi dan inhibisi pada interaksi neuron ® disebabkan o/ kelainan intrinsik neuron   (membrannya). Selain itu dpt juga disebabkan karena gangg pada sel neuronnya sendiri a/ transmisi sinaptiknya. Transmisi sinaptik o/ neurotransmitter yg bersifat eksitasi/inhibitor dlm keadaan gangg keseimbangan akan mempengaruhi polarisasi membran sel, shg jika sampai pd tingkat membran sel maka neuron epileptik ditandai o/ proses biokimia tertentu yaitu. Akibatnya neuron akan melepaskan potensial aksinya yg  abnormal sehingga terjadilah kejang.
4.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
EEG, CT Scan, Laboratorium
5.   PENATALAKSANAAN
Dibagi dalam dua klpk yaitu penatalaksaan primer (obat-obatan), serta pengawasan dan perawatan
6.   ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual; Aktivitas/Istirahat; Peredaran darah; Eliminasi; Makanan/cairan; Persyarafan; Interaksi sosial; Konsep diri; Kenyamanan/Nyeri
Perumusan Diagnosa/masalah klien
1.  Potensial terjadi kecelakaan: trauma, kekurangan oksigen
KP : hilangnya koordinasi otot-otot tubuh, kelemahan, keterbatasan pengobatan, ketidakseimbangan emosional, penurunan tingkat kesadaran.
2.  Tidak efektifnya jalan napas/pola napas
KP :  sumbatan tracheobronchial dan aspiasi.
3.  Gangguan konsep diri: harga diri rendah, identitas diri tidak jelas
KP :  tidak mampu mengontrol diri saat terjadi  serangan.
4.  Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
KP : keterbatasan pengetahuan, informasi yang salah dan kegagalan pengobatan.
Perencanaan
1)  Potensial terjadinya kecelakaan/trauma
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Pasien mengemukakan faktor-kaktor yang dapat menyebabkan trauma, dan pengaruh obat-obat yang diberikan. Pasien memperlihatkan tingkah laku yang kooperatif dan terhindar dari penyebab trauma. Pasien dapat menghindari keadaan yang dapat menyebabkan serangan yang tiba-tiba.
Intervensi Keperawatan :
Ø Identifikasi faktor-faktor yg menyebabkan serangan scr tiba-tiba.
Ø Letakan bantal dibawah kepala px a/ kepala klien dipangkuan perawat u/ mencegah kepala terbentur dilantai.
Ø Observasi tanda-tanda vital
Ø Dampingi px selama serangaan berlangsung
Ø Miringkan kepala u/ mencegah aspirasi
Ø Gunakan spatel lidah saat tjd serangan
Ø Hindarkan alat/benda yg membahayakan
Ø Longgarkan pakaian yg sempit
Ø Catat semua gjl dan tipe serangan epilepsi
Ø Diskusikan ttg tanda-tanda serangan yang mendadak
Tindakan kolaboratif:
Ø Berikan obat-obat sesuai program
Ø Monitor dan catat efek samping obat
Ø Monitor tingkat keseimbangan elektrolit dan glukosa
2)  Pola napas tidak efektif
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Jalan napas/pola napas menjadi efektif dan tidak terjadi aspirasi
Intervensi Keperawatan:
Ø Bila klien tidak sadar, jaga agar Rr tetap lancar dan terbuka. Obs. tanda-tanda vital u/ menjaga kesimbangan makanan/cairan dan elektroloit tubuh, bila perlu beri infus dan NGT.
Ø Bila tdp lendir pd jln napas, lakukan suction
Tindakan kolaboratif:
Ø Beri oksigen ssi program
Ø Monitor intubasi bila terpasang
3)  Gangguan konsep diri
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengidentifikasi perasaan, pola koping yang positif. Secara verbal mempunyai peningkatan harga diri. Menerima keadaan dirinya dan perubahan fungsi/peran/gaya hidup yang dihadapinya.
 Intervensi Keperawatan:
Ø Diskusi ttg perasaan yg dialami px
Ø Dorong klien u/ mengekspresikan pikiran dan perasaannya
Ø Kaji kemampuan px yg positif yg sesuai dgn keadaan shg dpt memanfaatkan kemampuan tsb u/ meningkatkan harga diri px dan dpt hidup dimasyarakat.
Tindakan Kolaboratif :
Ø Anjurkan klien u/ masuk dlm klmpk penderita epilepsi, (bila ada)
Ø Diskusikan dgn phsikolog ttg keadaan klien.
4)  Kurangnya pengetahuan tentang keadaan yang diderita
Tujuan/Kriteria Evaluasi : Secara verbal mengerti dengan keadaannya dan mengidentifikasi macam-macam stimulus yang dapat menyebabkan serangan, memperlihatkan perubahan tingkah laku yang positif sesuai dengan keadaannya. Klien dapat mengontrol secara rutin untuk memperoleh pengobatan yang teratur. 
Intervensi Keperawatan :
Ø Kaji kondisi px dan pob yg pernah diperolehnya.
Ø Beri pjlsn u/ mengontrol & minum obat scr teratur.
Ø Jlskan  keadaan & faktor yg menimbulkan serangan;
Ø Anjurkan klien bawa tanda pengenal bila bepergian.